LAHAT I Lahataktual.co.id – Pencemaran Sungai Kili di Desa Gunung Kembang, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat kembali memantik aksi protes dari warga. Mereka yang tergabung dalam Forum Masyarakat Gunung Kembang Menggugat (FMGKM), bersama aktivis lingkungan dan pemuda desa, menuntut pemerintah agar bertindak tegas terhadap dugaan pencemaran yang disebabkan aktivitas tambang batu bara oleh PT Bukit Telunjuk dan PT Mustika Indah Permai (PT MIP). Jum’at (27/6/2025)
Dugaan pencemaran sungai ini bukan hal baru. Sejak 2022 hingga 2023, masyarakat setempat mengeluhkan penurunan hasil pertanian dan munculnya gangguan kesehatan seperti gatal-gatal dan mual akibat penggunaan air Sungai Kili. Berbagai upaya telah dilakukan warga, mulai dari menyampaikan keluhan langsung ke perusahaan hingga membawa bukti air tercemar ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lahat. Namun, respons yang diterima dinilai minim, bahkan ada dugaan intimidasi dari pihak perusahaan.
Kekecewaan mendalam mendorong warga melakukan aksi damai pada Rabu, 20 Mei 2025, di depan Kantor Bupati Lahat. Aksi tersebut didampingi aktivis muda Din Kurnia dan Anugrah yang dikenal konsisten memperjuangkan hak-hak masyarakat.
“Air adalah kebutuhan dasar. Pemerintah wajib hadir dan menyelesaikan persoalan ini. Jangan hanya memberi janji kosong,” tegas Din Kurnia saat berorasi.
Menanggapi tuntutan tersebut, Wakil Bupati Lahat menyatakan akan menindaklanjuti laporan masyarakat. “Saya lahir di Desa Gunung Kembang, dan ini menjadi perhatian serius,” ucapnya di hadapan massa aksi.
Sebagai tindak lanjut, pada Rabu, 12 Juni 2025, dilakukan verifikasi lapangan oleh Wakil Bupati Lahat, Plh Sekda, Plh Kepala DLH, serta perwakilan FMGKM ke lokasi tambang PT MIP dan PT Bukit Telunjuk. Di lokasi PT MIP, ditemukan potensi pencemaran terutama saat musim hujan karena lumpur dari kiri-kanan aliran sungai mudah terbawa arus.
Lebih lanjut di lokasi PT Bukit Telunjuk, ditemukan fakta adanya dua kali perpindahan alur sungai yang disebut DLH sangat berpotensi menyebabkan pencemaran. Prediksi Wakil Bupati terbukti, karena pada Selasa, 24 Juni 2025, Sungai Kili kembali tercemar usai hujan deras melanda.
Masyarakat yang menemukan air kembali berubah warna segera melapor ke DLH. Pada pukul 14.08 WIB, tim DLH turun ke lokasi dan mengambil sampel air. Hasil sementara menunjukkan tingkat keasaman air berada di pH 3,85 tergolong asam berat yang berbahaya untuk konsumsi.
“Berdasarkan hasil uji, air Sungai Kili sangat berisiko jika digunakan untuk kebutuhan harian,” ungkap petugas DLH di hadapan warga.
Matsir, warga yang terdampak langsung, mengungkapkan harapannya agar pemerintah segera menuntaskan persoalan tersebut. “Kami butuh air bersih untuk mencuci, memasak, dan berkebun. Jangan biarkan kami terus menderita,” ujarnya.
Senada dengan hal tersebut, Patih Yansi Al-Ahmad, aktivis muda sekaligus pengamat lingkungan Merapi, menegaskan bahwa penegakan hukum atas pencemaran ini tidak boleh dipengaruhi oleh relasi antara pihak perusahaan dan oknum pemerintah.
“Proses hukum harus berjalan sesuai koridor perundang-undangan, bukan berdasarkan kedekatan personal. Negara wajib hadir membela rakyat, bukan membela kepentingan korporasi,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, masyarakat Desa Gunung Kembang masih menantikan langkah konkret dari Pemkab Lahat dalam menyelesaikan persoalan pencemaran Sungai Kili yang telah merusak ekosistem dan mengancam kehidupan warga sekitar.
Laporan: Dea